Sabtu, 13 Agustus 2022

Tingkatkan Budaya Literasi Masyarakat untuk Gerakan Indonesia Membaca

Ilustrasi | Dr. Ir. H. Soekarno 

 

Semangat membangkitkan minat membaca sejatinya tak pernah padam. Mulai dari prakemerdekaan hingga masa kini. Semangat para pegiat literasi juga tak pernah mati menggelorakan literasi sebagai jembatan pendidikan berkelanjutan.


Ikhtiar melawan ketidakterdidikan (buta aksara), telah dilakukan oleh para pendiri Republik ini, bahkan jauh sebelum merdeka. Misalnya, Ki Hadjar Dewantara dalam “Rapat Panitia Adat dan Tatanegara Dahulu” pernah menyebutkan, “Sebenarnya dari pihak rakyat sendiri sudah sejak lama nampak usaha hendak memberantas buta huruf di kalangan rakyat ini.”


Apa yang disampaikan Ki Hadjar menunjukkan, bahwa kesadaran akan pentingnya membaca bukan tiba-tiba hadir hari-hari ini. Kesadaran itu telah lahir jauh sebelum Proklamasi dicanangkan dan terus dibawa jauh setelah Proklamasi Republik ini dibacakan oleh Sukarno dan Hatta. Dalam sebuah foto, Bung Karno berpidato di depan spanduk yang bertuliskan “Bantulah usaha pemberantasan buta-huruf!”


Hal itu menjadi penunjuk bahwa pemerintah membuka tangannya untuk bekerjasama dan berkolaborasi. Hasilnya dahsyat! Gerakan Pemberantasan Buta Huruf (PBH) yang Bung Karno canangkan menjadi gerakan semesta yang dilaksanakan di lebih dari 18 ribu tempat, melibatkan lebih dari 17 ribu guru dan sekitar 700 ribu murid. Sampai tahun 1960 Bung Karno menegaskan bahwa Indonesia harus terbebas dari buta huruf. Berkat ikhtiar Bersama itu, warga Republik ini kemudian menjelma dari tak terdidik menjadi terdidik.


Namun, dengan semua pencapaian tersebut, bukan berarti pekerjaan rumah telah selesai. Bung Karno dan berbagai elemen masyarakat pada masa itu telah mengantar negeri ini kepada gerbang keaksaraan. Sejatinya tugas itu memang tak selesai sampai di titik tersebut.


Direktur Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini, Pendidikan Dasar, dan Pendidikan Menengah (Dirjen PAUD Dikdasmen) Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek), Jumeri, mengatakan, angka buta aksara di Indonesia menurut Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2020, menunjukkan penurunan yang cukup signifikan. Persentase buta aksara tahun 2019 sebanyak 1,78 persen atau 3.081.136 orang, dan pada tahun 2020 turun menjadi 1,71 persen, atau menjadi 2.961.060 orang.


Angka-angka tersebut bukan sekadar deretan angka melainkan sebuah pesan nyaring bahwa belum seluruh warga negeri ini merasakan haknya sebagai manusia Indonesia yang setara. Jumeri menegaskan, Kemendikbudristek terus berupaya meningkatkan literasi Indonesia melalui gerakan literasi sekolah, gerakan literasi masyarakat, dan gerakan lterasi keluarga melalui pendidikan formal dan nonformal. Ia menyebut, peningkatan literasi masyarakat diawali dari upaya penuntasan masyarakat yang buta aksara.


Melalui layanan program pendidikan keaksaraan diharapkan masyarakat buta aksara dapat meningkatkan kualitas hidupnya sebagai awal langkah untuk jenjang berikutnya. “Masyarakat yang buta aksara kita fasilitasi untuk mengikuti pendidikan keaksaraan dasar, selanjutnya keaksaraan lanjutan, dan selanjutnya ke jenjang pendidikan kesetaraan Paket A setara SD, paket B setara SMP, dan Paket C setara SMA,” harap Jumeri. (Red)

Tags :

bm

AL MASTHURIYAH INSTITUT

KI HAJAR DEWANTARA

  • "-" (Di depan memberi Contoh)
  • "-" (Di tengah Memberi Bimbingan)
  • "-" (Di belakang Memberi Dorongan)

  • : AL-MASTHURIYAH INSTITUT
  • : 13 Februari 2021
  • : Basoka -Rubaru
  • : mahfudp@gmail.com
  • : 081807056262

Posting Komentar